Diberdayakan oleh Blogger.

Racing

OSIS

Prestasi Siswa

Cerpen Siswa

LABEL

Artikel

» » Apakah Aku Adalah Anakmu,,,?

By Nuha Hanifa Kelas VII F
            Semua yang ku tahu tentang kata keluarga ialah kebersamaan yang tiada akhirnya, mungkin bagi kebanyakkan orang berkata seperti itu namun bagiku tidak. Kata itu sangatlah tidak pantas aku ucapkan namun, kata itu memang benar ada dan terjadi padaku. Aku tidak pernah merasakan hal yang seperti itu, selalu di sayang oleh ke dua orang tua ku. Di saat umurku menginjak usia remaja, kini aku di sekolahkan oleh kedua orang tua angkatku di SMPITAbu Bakar. Menurutku SMPIT ini membawa kebahagiaan bagiku membawa perdamaian di setiap kali aku berada di sana, aku bersekolah di SMPIT memilih untuk menjadi anak boarding dari pada aku menjadi anak fulldayyang setiap sorenya harus pulang ke rumah. Aku menjadi anak boarding mempunyai alasan yang lebih dari pada anak-anak yang lain, aku memilih menjadi anak boarding di karenakan aku tidak mau dan berharap untuk bisa meninggalkan kedua orang tua angkatku. Namun kenyataan pahit menimpaku saat aku memilih untuk menjadi anak boarding, kedua orang tua ku melarangku dan memarahiku kemudian orang tuaku mengganti formulir data diri calon sisiwa baru yang memilih boarding menjadi fullday, saat itulah aku menjadi murung dengan kenyataan itu.
            Kini waktuku telah tiba untuk meninggalkan sekolahan yang  dulu sangat aku banggakan, di sekolah itu aku merasakan bahwa hidup ini sangatlah enak untuk  dinikmati. Sungguh sulit untuk meningalkan sekolahan itu. Namun, di balik itu semua kehidupanku di rumah seharusnya lebih menyenangkan di banding kehidupanku  di luar sana, kenyataan itu terkadang membuatku seperti tertekan. Di setiap pagiku aku selalu memikirkan hal yang membuatku untuk tetap tegar dalam menjalani hidup.
            Satu bulan sudah aku berlibur, yah seperti biasa keseharianku hanya berada di dalam kamar, yang ku lakukan di dalam kamar ialah menonton televisi atau bahkan belajar dan bermain game di komputer. Walaupun aku di SD tergolong anak yang berprestasi dalam bidang matematika dan komputer  karena aku hampir setiap hari bermain game dan belajar yang menggunakan angka. Satu bulan di rumah bagaikan satu tahun berada dalam jeruji besi, sebab aku di rumah tidak mempunyai teman dan aku hanyalah anak tunggal.
            Kini aku harus berbahagia sebab tinggal satu hari lagi aku berada di rumah dan akupun juga akan meninggalkan kebiasaan hidupku  di rumah satu bulan terakhir ini. Sore ini aku melakukan kebiasaanku sebelum bersekolah yaitu mempersiapkan buku, namun, aku tak tahu apa yang aku bawa sebab, sebelum masuk sekolah di jenjang SMP aku harus menghadapi MOS atau masa orientasi siswa yang akan menguji  apakah berhak bersekolah di SMP itu atau tidak. Tak sabar aku menunggu pagi, aku hanya bisa berada di rumah di kamarku dan aku hanya bisa memanggil pembantuku untuk mempersiapkan makanku. Malam ini terasa lama, bahkan lebih lama dari pada malam malam biasa yang sering aku lewati, malam ini aku juga merasa panas dingin tak sabar untuk menunggu hari esok. Setiap beberapa menit aku melihat jam dan waktunya pun tak jauh beda, satu menit kali ini bagaikan satu jam dan satu jam bagaikan satu hari, dan saat aku sedang membaca novel , aku bagaikan bunga yang tak memiliki tangkai. Aku berada di sebuah ruangan yang sepi dan sunyi, akupun juga sendiri, namun aku berpikir lebih baik aku menjadi seperti ini dari pada harus berada di rumah orang tua angkatku. Tak berapa lama aku di datangi oleh seseorang dan orang itu mendekap ku kemudian berkata “Nak, aku adalah ibumu apakah engkau mau memaafkanku karena aku telah meninggalkan mu dan engkau sekarang ini tertekan karena kehidupanmu sekarang jauh lebih buruk daripada yang engkau mau”. Tak berapa lama orang itu berkata, aku meneteskan air mata yang selama ini belum pernah aku teteskan; kemudian saat aku akan menjawab pertanyaan dari orang itu tiba-tiba orang itu menghilang akupun terkejut dan terbangun. “Oh....ternyata mimpi”. Tak berapa lama aku terbangun, ada yang membuka pintu. Akupun hanya berpura-pura tidur, kemudian dari balik pintu itu terdengar suara yang memanggilku untuk shalat shubuh ternyata bibi Endah yang membuatku terkejut. Bibi Endah mendekatiku, akupun menceritakan semua mimpiku yang ku alami barusan kepada bibi seusai shalat shubuh. Bibi Endah hanya menjawab: “Berarti itu tandanya kamu sedang kangen dan merindukan kedua orang tuamu”. Mungkin benar kata dari bibi aku merindukan orang tua kandungku.
            Pagi ini aku merasa sangat bersemangat, sebab ini adalah hari pertamaku berada di sekolah baruku, dengan hati senang aku makan bersama orang tua angkatku, keduanya sangatlah tidak memperhatianku. Mereka hanya mempersilahkan apa yang aku mau, walaupun semua yang aku mau mereka berikan. Bersyukurlah mempunyai orang tua seperti mereka. Pagi-pagi aku berangkat ke sekolah di antar oleh pak Man sopir yang selalu mengantarku kemana aku pergi, kali ini aku diantarnya menuju sekolah SMPIT Abu Bakar Yogyakarta yang berada di Jln.Veteran Gang Bekisar. Dengan senang aku turun dari mobil dan mendekati teman, teman yang belum ku kenal; namun aku mencoba untuk akrab dengannya. Aku menanyakan namanya , Difa dan dia masuk di kelas F ternyata satu kelas di kelas F. Dengan perasaan senang aku mempersilahkan pak  Man untuk tidak menungguiku di sekolah, untuk kembali ke rumah dan menjemputku sehabis shalat Dhuhur. Kemudian aku dan Difa masuk kelas bersama dan di perkenalkan oleh wali kelas kita utstadzah Eko yang menjadi wali kelasku selama di kelas  7 ini. Mungkin bagi kebanyakan siswa baru, masa orientasi siswa sangatlah tidak menyenangkan, namun bagiku sangatlah menyenangkan masa orientasi siswa kali ini. Kami di wajibkan untuk memakai jilbab segi empat terbalik, dan di wajibkan untuk membawa tas plastik hitam yang di jadikan tas untuk membawa peralatan MOS. Dan yang paling menegangkan ialah jika kami dilihat tidak memakai perlengkapan MOS, kami di wajibkan untuk mengulang MOS di tahun depan bersama siswa baru SMPIT Abu Bakar. Dengan hati yang senang aku dan teman baruku Difa mengikuti semua perintah kakak pembina mulai dari game dan perkenalan dari berbagai rutinitas yang berada di SMP ini aku sanagatlah senang. Hari menjelang siang aku dan Difa bersepakat untuk makan siang bersama di kelas, sambil bercerita tentang sekolah kami yang lama atau bahkan keluarga kami.
            Waktupun menunjukkan pukul 12, aku dan Difa segera menghabiskan makan dan segera menuju aula sekolah untuk shalat Dhuhur berjama’ah bersama utstadzah dan kakak kelas. Selesai shalat Dhuhur aku dan Difa menunggu jemputan di depan kelas kami, kelas yang berdekatan dengan jalan yang sebagai penghubung sekolah ke jalan raya. Tak berapa lama kami menunggu, akupun di jemput oleh pak Man; aku segera berpamitan kepada Difa dan masuk ke dalam mobil. Kali ini menjadi hari yang menyenangkan sebab aku mendapat teman baru sekaligus sekolah baru yang sangatlah nyaman bagiku.
            Setibanya di rumah, aku segera membuka pintu kamar dan masuk kamar, aku masih saja bingung dengan kejadian mimpiku tadi malam yang membuatku meneteskan air mata. Mimpi yang membuatku rindu akan kasih sayang orang tua, sejatinya aku haruslah bersyukur mendapatkan orang tua angkat seperti mereka; orang tua yang selalu memenuhi apa yang aku mau. Aku memanggil orang tua angkatku ialah mama Desi dan papa Delham, walaupun tak begitu peduli denganku namun, mereka terkadang juga bisa memelukku jikalau mereka sedang berkumpul denganku saja. Tak berapa lama aku berpikir, dari balik pintu terdengar suara kaki  menuju dan melangkah mendekati kamarku, aku hanya bisa mendengarkan suaranya namun tak dapat melihat siapakah yang berada di luar sana yang akan memasuki kamarku. Tiba-tiba terdengar suara orang yang memanggilku, oh..... ternyata mama Desi, tak seperti biasanya dia mendatangi kamar yang selalu tertutup akan kedua orang tua angkatku. Namun, kali ini aku berfirasat akan ada sesuatu yang mengganjal, tak lama aku berpikir seperti itu mama Desi mulai angkat bicara dan bertanya “Bagaimana harimu saat ini Natli?” akupun hanya menjawab “Seperti biasanya saja ma..” Aku hanya bisa berpikir, tak seperti biasanya pertanyaan itu terlontar darinya untuk menanyakan hal seperti itu kepadaku. Mama Desi berkata “Ada sesesorang yang menunggumu di ruang tamu”. “Tunggu sebentar apakah mama tidak mengerti apa yang sedang aku kerjakan disini, di kamarku”. Dengan perkataan ku yang seperti itu mama pun segera meninggalkanku sendiri, dengan perasaan berat hati aku pun mengikuti mama untuk segera menuju ruang tamu, dan yang aku temukan di ruang tamu ialah seseorang yang mungkin sangatlah tidak asing di mataku seperti dalam mimpi seseorang yang mungkin seperti seorang ibu, akupun bertanya “Siapa kau,?” orang itu menjawab “Apakah kau Natli..” dengan penuh pertanyaan aku hanya menjawab singkat kemudian orang itu menjelaskan kepadaku, “Nak ini ibu, nak ini ibumu, ibu yang telah melahirkanmu” dengan respon aku memeluk orang itu. Kemudian orang itu berkata “Apakah engkau mau memaafkan ibu karena telah meninggalkanmu, saat kau berumur 5 bulan hingga sekarang kita di pertemukan. Apakah engkau mau memaafkan ibu.?” Aku hanya bisa mengangguk dan meneteskan air mata, air yang sekarang benar-benar aku keluarkan. Dalam pikiranku aku hanya bisa berbicara kepada diriku sendiri, ini mimpi atau kenyataan. Aku tersentak dan mencubit diriku sendiri, ternyata aku hanya membayangkan semua kejadian yang membuatku bahagia, akupun kembali untuk membereskan semua benda-benda yang berada di meja belajar. Sungguh bayangan yang membuatku selalu memikirkannya.
            Pagi ini seperti hari-hariku biasa, aku mengambil tas dan menuju meja makan, berangkat sekolah diantar pak Man. Setibanya di sekolah, bersama teman baruku Difa telah memakai perlengkapan MOS, berlangsung selama tiga hari berturut-turut. Kami menuju GOR untuk melanjutkan MOS, untuk melakukan perkenalan dengan ustadz dan utstadzah yang mengajar di SMPIT Abu Bakar ini. Kami juga mempunyai kakak pembina, yang bernama kak Mega semua yang belum diketahui tentang Abu Bakar bisa di tanyakan lewat kak Mega.
         Saat istirahat berlangsung, aku bersama Difa menuju kantin untuk membeli jajanan atau hanya bercengkrama di kantin, seperti yang biasa aku lakukan dengan Difa aku menceritakan kejadianku kemaren sore; saat aku sedang membereskan meja belajar. Difa hanya berkomentar,” Apakah kamu merindukan orang tua kandungmu?”. Sayangnya aku belum pernah melihat orang tua kandungku. Tak berapa lama saat kami membicarakan itu, bel bunyi sebagai tanda waktu istirahat telah usai. Aku dan Difa segera meninggalkan kantin dan bergegas menuju GOR sekolah, disana sudah ada kakak pembina yang menunggu;  aku dan Difa mencari kelompok kak Mega. Seperti MOS kemaren sekarang waktunya permainan, sekejap saat permainan aku melupakan semua masalahku, masalah yang membuatku selalu memikirkan hal itu, hal yang tidak ku ketahui kebenarannya. Kini permainannya ialah pesan berantai, aku sangat suka dengan permainan ini; namun yang tidak aku suka jika aku yang harus menjadi penerima pesan, aku tidak suka, dari barisan teman-temanku ada yang sampai teriak-teriak sebab tidak bisa, aku hanya bisa menertawainya saja sebab jika aku yang disuruh pasti aku juga menolaknya. Dua jam berlalu kami habiskan untuk bermain pesan berantai, sayang sekali sekarang adalah jam makan; kakak pembina menghentikan permainan ini dan menutup MOS kali ini, aku dan Difa hanya bisa mengikuti perintah kak Mega. Aku dan Difa turun dari GOR dan mengambil makan kemudian berbincang-bincang dengan obrolan kami yang belum usai. Difa bertanya kepadaku “Apakah kau selalu memikirkannya,?” aku menjawab dengan nada sedikit cuek “Tidak aku tidak selalu memikirkannya hanya tiba-tiba kata-kata seperti itu terlintas dipikiranku”. Dengan nada sedikit kecewa Difa menjawab “Aku juga bingung memikirkannya” . Tak berapa lama kami berbincang-bincang, Ustadzah Eko datang dan memberikan perintah kepada kami untuk segera meninggalkan apa yang sedang kami lakukan; tak perlu ustadzah Eko memerintahkan aku dan Difa dua kali, aku dan Difa sudah bergegas menuju aula sekolah, kemudian mengambil air wudhu dan shalat.
            Seperti hari kemaren aku dan Difa menunggu jemputan di depan kelas kami, tak berapa lama kami menunggu; aku sudah di jemput oleh pak Man. Aku bergegas berpamitan kepada Difa dan masuk kedalam mobil. Di perjalanan menuju rumah aku hanya bisa melihat aktivitas jalan raya yang selalu ramai oleh kendaraan. Sesampainya di rumah aku bergegas masuk rumah dan menuju kamar, aku berbaring di tempat tidur dan mengambil handphone yang berada di meja; ku kirim pesan kepada Difa. Sekarang Difa telah menjadi teman terdekatku, teman yang setia kepadaku dan teman yang selalu ada di setiap aku membutuhkannya. Aku mengirim pesan singkat kepadanya, dan aku hanya meminta pendapatnya tentang obrolan yang tadi di sekolah. Tak berapa lama aku mengirim pesan itu, ada pesan masuk, ternyata dari Difa, “Jika kamu merindukannya, kita cari saja, atau jika kita tidak mempunyai waktu, kita berdo’a saja; semoga kamu bisa di pertemukan dengan kedua orang tua mu” . Aku berpikir panjang, mana ada anak yang mencari orang tua,  jika ada bagaimana cara mencarinya; kabur dari orang tua angkat tidaklah, nanti malah mereka repot mencariku. Karena aku tidak mau membuat mereka mencariku, aku berdo’a saja; semoga orang tua kandungku mencariku dan pertemukanlah aku, amin......Setiap do’aku aku berdo’a semoga aku bisa bertemu.
            Pagi ini adalah MOS terakhir yang akan aku lalui, seperti biasa aku makan pagi kemudian di antar pak Man menuju pelataran sekolah. Sesampainya di sekolah aku menghampiri Difa yang selalu berangkat pagi. Kali ini aku dan Difa sangatlah senang, sebab hari ini aku di ajak Difa untuk menemaninya sepulang sekolah ke toko buku. Kali ini, kata kak Mega, hanya akan ada permainan saja, kemudian istirahat, aku sedikit senang sebab hanyalah permainan saja. Seperti biasa yang ku lakukan saat tiga hari terkhir ini berbincang-bincang dengan Difa saat jam istirahat berlangsung, pembicaraan kali ini hanyalah membahas  buku-buku yang ingin ku beli dan Difa beli, aku berencana untuk membeli buku ciptaan Tere Liyee yang berjudul “Bidadari-Bidadari Surga” buku ini menceritakan tentang kehidupan seorang kakak yang menyerahkan semua tenaganya hanya untuk ketiga orang adiknya. Kemudian Difa berencana akan membelikan sebuah buku kepada adiknya yang sebentar lagi akan berulang tahun, Difa akan memberikan sebuah buku UASBN, di karenakan adiknya akan menempuh ujian kelulusan di tahun mendatang.
            Sepulang sekolah, aku dan Difa di antar oleh pak Man untuk pergi ke toko buku yang letaknya lumayan jauh dari sekolah. Setiba di toko buku aku melihat buku yang sangat menarik, tentang seorang anak yang mencari ibunya; tapi karena Difa sudah menemukan buku yang dicarinya, maka aku tidak sempat mengambil buku itu. Seusai membeli buku kami segera pulang sambil mengantar Difa pulang.
            Tak terasa sudah satu bulan kami bersekolah di SMPIT Abu Bakar ini, aku dan Difa sangatlah akrab, namun masalah keluarga menimpaku, mama Desi meminta cerai dengan papa Delham, aku hanya bisa melihat mereka berdua bertengkar sebab, aku tak tahu apa yang harus ku lakukan terhadap mereka berdua. Sudah terlalu sering aku meminta pendapat kepada Difa teman sekaligus sahabatku. Namun, belum lama pertengkaran itu usai papa Delham meninggal tertabrak truk yang melaju kencang, mama Desi hanya bisa pasrah dan menangis. Aku juga merasa kehilangan seperti itu, tak jauh hari dari kepergian papa Delham, mama Desi sekarang sudah berlaku baik kepadaku, sepulang sekolah mama Desi selalu menanyakan kabarku di setiap sore. Dii setiap paginya mama desi memberiku uang saku yang lebih, yang biasa ku gunakan untuk mentraktir Difa.  Seminggu setelah kepergian papa, aku dan mama berziarah ke makam papa, mendo’akan papa semoga di terima di sisi Allah. Kali ini aku baru merasakan rasa sayang orang tua kepada anaknya begitu terasa, setiap malam aku memikirkan jawabannya namun, hingga detik ini aku belum menemukan jawaban dari sejuta pertanyaan yang ada dalam otakku, setiap kali mama ada, aku tak bisa mengucapkan kata-kata, aku sangatlah ingin bertanya “Apakah aku ini anak angkatmu? Ataukah aku ini anak kandungmu?” Pertanyaan itu belum pernah aku lontarkan kepada mama, takut jika mama menangis atau bahkan memikirkannya. Dari bibilah aku mengetahui bahwa aku adalah anak angkat, namun aku juga tidak tau apakah memang benar atau tidak. Dari kecil aku merasakan bahwa aku tidak di sayang oleh mama desi dan papa Delham.
            Tujuh bulan berlalu, kini aku mendapatkan sebuah informasi tentang keluargaku dari bibiku, aku tahu ternyata memang benar aku bukanlah anak dari mama desi; aku hanyalah anak temuan yang di temukan mama Desi dan papa Delham kemudian aku di angkat menjadi anaknya. Tak terasa aku berada di SMPIT Abu Bakar ini, begitu cepat rasanya, kini aku mengikuti organisasi paskibra, aku mengikuti tes fisik, dan aku lulus kemudian aku melangkah lagi mengikuti tes seleksi, dan aku pun masuk menjadi anak paskibra, kini aku telah menyandang menjadi anak paskibra, dan saat aku bercerita kepada mama, mama juga senang kini aku telah mengikuti organisasi di SMPIT Abu Bakar. Namun, ada beberapa pertanyaan yang hingga detik ini belum aku temukan jawabannya.
            Hari ini akan ada seleksi untuk lomba tonti, aku ingin sekali mengikutinya dan saat aku di seleksi aku dinyatakan untuk ikut lomba tonti, perasaan itu tiba-tiba muncul pada benakku aku sangatlah senang bisa mengikuti lomba tonti, kemudian aku bercerita kepada Difa.  Difa juga di nyatakan untuk mengikuti lomba elektronika, kami berdua senang, dan kami bertekad akan mengukir prestasi di SMP ini, demi SMPIT Abu Bakar ku lakukan semuanya.
           Hari ini adalah hari yang menegangkan bagiku            , hari lomba tonti yang akan aku ikuti, jantungku berdegup keras, seperti menghadapi ujian saja. Selesai lomba tonti, aku seperti melihat seorang ibu yang memandanggiku sedari tadi, akupun menghampiri ibu itu dan dilihatnya nama yang berada di seragam paskibraku, tak berapa lama ibu itu memandanggi namaku, ibu itu membuka mulut dan bertanya “Apakah kau Natli, anak yang dari ibu Desi?” akupun menjawab “Bagaimana ibu bisa tahu jika aku anak dari ibu Desi?” Dalam otak di kepalaku muncul seribu pertanyaan, pertanyaan yang membuatku pusing dan selalu memikirkannya, tak berapa lama aku berpikir; ibu itu memelukku dengan erat dan menjawab “Nak ini ibu nak..... ibu yang telah melahirkanmu.” Aku pun melepaskan dekapan ibu itu dan berkata “Kau bukan ibuku, ibuku berada di kantor dan dia sedang bekerja, aku tak percaya kau ini ibuku”. Aku menjawab dengan begitu penuh tanda tanya, tak berapa lama ibu itu mulai angkat bicara dan menceritakan semua kejadian itu, kejadian yang membuat ibuku menyerahkanku kepada mama Desi, memang benar kata Difa, aku hanya berdo’a kan Allah mengabulkan do’aku walaupun aku belum berusaha semampuku, usaha yang penuh dengan perjuangan.
          Setelah kejadian itu, aku meminta agar ibuku ini ikut dengan ku menuju rumah mama Desi, kemudian ibuku menuruti bersama ayahku.Ternyata ibuku seorang guru dan ayahku adalah pekerja kantoran, sungguh senangnya. Namun aku juga tidak mau meninggalkan mama Desi yang sudah merawatku dari aku kecil hingga aku bsa bersekolah di SMPIT Abu Bakar ini. Memang benar kata Difa, apa yang aku mau pasti di dengar oleh Allah SWT. Akupun segera mengambil handphone yang berada di dalam tas, mengabarkan kepada Difa bahwa aku telah menemukan ibuku, ibu yang telah melahirkan aku namun, sekaligus ibu yang membawaku untuk bertemu dengan mama Desi. Dengan cepat aku pulang ke rumah mama Desi bersama ibu dan ayah kandungku, aku menunjukkan jalan ke rumah mama Desi, aku senang sekali bisa berkumpul bersama keluargaku. Saat aku akan memasuki jalan yang menuju ke rumah mama Desi, aku bertemu dengan segerombolan orang memakai baju hitam keluar dari gerbang rumah mama Desi. Bibi memanggilku dan berkata “Natli, mamamu meninggal, mamamu meninggal.”.Tak kuasa menahan air mata, air mata ini begitu cepat keluar, aku segera berlari menuju ruang tamu yang sudah di penuhi oleh tetangga yang berdatngan memberikan pertolongan . Sungguh duka yang mendalam, tak kuasa aku menghadapi kisah seperti ini. Kemudian aku menghampiri ibu dan ayahku, mereka juga tak kuasa melihat semuanya, semuanya telah tiada kemudian ayah angkat bicara “Belum sempat aku mengucapkannya, dia sudah tiada” dengan berkata seperti itu ayah juga mengeluarkan air mata kemudian kami sepakat untuk mengantarnya hingga pekuburan mama Desi. Mungkin inilah jalan terbaik yang sudah engkau takdirkan ya Allah. Dengan mata yang penuh dengan air mata ibu mengucapkan kata itu, kemudian bibi Endah menghampiri kami dan berkata “Ayo hari sudah mulai larut tidak baik jika di pekuburan lama-lama.’ Sungguh inilah hari yang sangat menduka.
            Aku meminta izin ayah untuk tidur di rumah mama Desi semalam ini saja kemudian ayah mengizinkan, aku sangatlah senang malam itu menjadi malam yang sangat istimewa bagiku. Saat aku menemui bibi Endah, bibi Endah bertanya kepadaku “Non Natli, bibi dan pak Man bingung mau tinggal bersama siapa lagi. Kami di sini hanya anak buah dari mama Desi dan papa Delham, mereka kini telah tiada, bibi bingung mau tinggal bersama siapa.” Tak berapa lama bibi berkata seperti itu, ternyata ayah mendengar pembicaraanku dengan bibi dan ayah langsung berkata “Bibi dan pak Man bisa tinggal bersama di rumah kita, apakah bibi dan pak Man mau tinggal bersama kita,?” Bibi dan pak Man dengan cepat menjawab “Mau,namun, apakah tidak memberatkan,?”, tanya pak Man. Ayahpun menjawab “Tidak, namun jika bibi dan pak Man mau ayo, kita bersegera bersiap-siap untuk menjemput pagi.” Kata ayah dengan nada yang halus.
            Udara pagi kini terasa, sudah waktunya aku,bibi dan pak Man untuk meninggalkan rumah yang selama ini menjadi pelindung hujan dan panas bagi kami, dan akhirnya aku bisa berkumpul bersama keluargaku. Pagi-pagi sekali kami bergegas pergi meninggalkan rumah mama Desi. “selamat tinggal kenanganku, kukan selalu mengenangmu.” Kata itu tiba-tiba terucap dari bibirku. Dengan cepat kami melaju dan akhirnya kami tiba juga di depan pintu gerbang rumah ibu dan ayah, rumah yang begitu megah, rumah yang begitu mewah, dan rumah itu amatlah besar, dan saat memasuki pelataran rumah itu, begitu luasnya halaman depan begitu indahnya bunga-bunga yang bermekaran, dan saat ku memasuki rumah itu, begitu indahnya rumah ini, rumah yang mengalahkan rumah mama Desi yang sangatlah indah dan besar, dan saat ku memasuki ruang keluarga kutemukan seseorang yang sedang mengangkat seorang bayi, tak berapa lama ibu berkata “Itulah adik keduamu Natli.” Begitu terkejutnya aku, ternyata aku sudah mempunyai adik, adik yang selama ini aku idamkan, adik yang selama ini aku tunggu-tunggu kehadirannya, dan kini aku telah memilikinya, ini adalah karunia yang begitu cukup, mungkin melebihi batas cukup. Kemudian aku bertanya kepada ibu “Lantas dimana adik pertamaku,?” itulah pertanyaanku, tak berapa lama ada seorang anak perempuan yang keluar dari kamar yang berada dekat dengan ruang keluarga, anak itu begitu cantik, kemudian ibu menjawab “Itulah adikmu,adik pertamamu.” Begitu terkejutnya aku memiliki adik sepertinya, mungkinkah ini yang dinamakan hidup, hidup yang penuh dengan kasih sayang orang tua yang begitu berarti. Setelah aku diperkenalkan dengan adikku Krisa, aku juga di perkenalkan dengan pembantu-pembantu yang bekerja disini, sekaligus aku diperkenalkan dengan sopirnya yang akan mengantar dan menjemputku. Kini aku sangatlah senang sudah kutemukan keluarga yang dulu pernah meninggalkanku dan sekarang aku sudah bersama keluargaku kembali. Mungkin hari ini di pastikan aku akan membolos untuk yang pertama kalinya.
         Sekarang adalah waktu anak SMPIT Abu Bakar pulang, tak berapa lama sehabis aku shalat Ashar handphone berbunyi, seperti ada pesan yang masuk, kemudian saatku baca ternyata dari Difa dia menanyakan kepadaku kenapa hari ini aku tak berangkat sekolah. Difa ku jelaskan yang sebenarnya terjadi kepadaku, dan kemudian sore ini juga dia akan ke rumah ini, rumah yang sekarang aku tempati aku baru menyadari ternyata dari rumah Difa tak jauh-jauh sekali, rumah Difa ada di blok A dan rumah yang aku tempati berada di blok B, tak berapa lama Difa mengirim pesan bahwa dia akan ke sini. Tiba-tiba ada suara bel dan kemudian Bibi Endah membukakannya dan tiba-tiba tanpa kusadari bibi memanggilku. Memang benar dia adalah Difa sahabatku yang selama ini selalu berada di sampingku, Difa melontarkan satu pertanyaan untukku “Ternyata rumah kedua orang tuamu tak jauh dari rumahku, dan rumahmu yang sekarang kau tempati jauh lebih besar dari yang tempati dulu, apakah kau sekarang sudah merasa senang dengan kehidupanmu yang sekarang jauh lebih baik?” aku pun menjawab pertanyaan Difa dengan begitu singkat “Lebih baik sekali”. Sore itu menjadi sore yang sangatlah menyenangkan dan membahagiakan bagiku.
            Pagi ini adalah hari pertamaku bersekolah sehabis pindah, aku menjadi lebih bersemangat dibanding pagi-pagi sebelumnya, aku dan adikku Krisa diantar oleh pak Man. Begitu senangnya kini aku bisa bersekolah bersama dengan adikku Krisa, sungguh ini seperti mimpi dan saat ku cubit diriku sendiri, aku hanya merasakan sakitnya tanganku yang ku cubit dengan tanganku sendiri, dan memang benar ini bukan lah mimpi yang sering berada di sekitarku, dan ini adalah kenyataan hidupku. Setibanya di sekolah, aku bertemu Difa dan memperlihatkan adikku Krisa, “Difa ini dia adiku yang kemarin sempat bersembunyi saat kau datang ke rumahku.” Kemudian Difa berkomentar dan mencubit pipi kanan Krisa “Oh,, ini ya yang kemarin mau usil.” Kata Difa dengan senyumnya yang khas.
            Mulai hari ini aku akan membuka lembar baru yang akan jauh lebih baik. Tak terasa kini adalah waktunya, waktu yang sangatlah berharga bagi kakak kelas 9 kami yang akan menempuh ujian untuk kelulusan, ujian yang akan menghantarkan mereka menuju masa depan yang lebih baik, hari ini bagaikan hari berduka, banyak kakak kelas yang meneteskan air mata sebab bagi mereka hari ini adalah hari yang paling istimewa sebab, hari ini adalah hari kakak kelas 9 untuk saling bermaafan dengan adik kelas, dan meminta do’a restu untuk mensukseskan ujian. Dan ada satu orang kakak kelas yang bagiku dia sangat istimewa dia yang memperkenalkan aku dengan SMPIT Abu Bakar ini, “Kak, aku hanya bisa mendo’akan mu semoga kakak sukses menempuh ujian ini dan kakak bisa di terima di SMA yang kakak inginkan.” Inilah pesanku untuk kakak yang sangatlah spesial, kak Mega.
          Ini dia kisahku selama 1 tahun di SMPIT Abu Bakar ini SMP yang ingin aku banggakan dengan prestasiku saat ini, walau hingga detik ini aku belum bisa membanggakan namun, aku akan berusaha dan walaupun aku belum bisa membanggakan namun semangatku kan terus berkobar, untukmu SMP ku, kulakukan yang terbaik, walaupun kisah ini bukan kisah nyata namun, sebagian kecil ini yang aku alami di SMP ini. Semangatku untuk SMPIT Abu Bakar.

blogsmpitabubakar

We are.., This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply

Select Menu