Diberdayakan oleh Blogger.

Racing

OSIS

Prestasi Siswa

Cerpen Siswa

LABEL

Artikel

» » Indahnya Sekolah di SMPIT Abu Bakar

By Salma Sakimah 7E 
Hari yang cerah. Aku bangun tepat saat adzan shubuh berkumandang. “Hoahmm…” aku menguap. Aku segera bangun lalu mengambil air wudhu. Setelah wudhu aku segera mengambil mukena dan mengenakannya lalu aku sholat berjamaah.
Pukul 08.00, aku berangkat menuju SMPIT Abu Bakar bersama bapak. Hari ini aku seleksi calon siswa baru di SMPIT Abu Bakar dan aku sangat berharap bisa diterima disini. PSB ( Penerimaan Siswa Baru)
Sesampainya di SMPIT Abu Bakar aku dan bapak segera daftar ulang. Lalu aku diminta menaruh barang di suatu ruangan (aku tak tahu namanya). Setelah itu aku dan bapak berpisah, aku menuju GOR dan bapak menuju Aula untuk tes wawancara orang tua. Di GOR aku berkenalan dengan seseorang di sebelahku ternyata namanya Salma dia dari Purworejo. Setelah itu aku mengobrol banyak dengannya.
“Hai.. namamu siapa? “ seseorang menyapaku. “Eh,, na…maku Nina,” Jawabku gugup. “Dari mana?” tanyanya lagi. “Dari Solo,” jawabku lagi. “Oh, kenalkan namaku Salma dari Purworejo,”
Sekarang saatnya tes tulis aku sempat merasa deg-degan tapi setelah itu sudah sedikit lega. Alhamdulillah, tesnya tidak terlalu susah. Tes tulis terlaksana hingga sebelum dhuhur. Setelah tes tulis aku dapat makan siang dan segera sholat karena adzan dhuhur berkumandang. Bapak sudah pulang tadi setelah tes wawancara orang tua. O ya, aku selalu bepergian dengan Salma karena teman-temannya di sekolah tak ada yang mendaftar disini, aku pun begitu.
“Allahu Akbar Allahu Akbar!!!”. “Salma, sholat dhuhur yuk udah adzan tuh,” ajakku. “Yuk, tapi dimana kita mau sholat dhuhur?” tanyanya. “Coba kita tanya pada ustadzah yang di sana,” ajakku lagi. Aku dan Salma segera bertanya pada ustadzah itu. “Ustadzah sholat dhuhurnya dimana ya?” tanya Salma pada salah seorang ustadzah. “Di aula sebelah sana,” jawab ustadzah itu sambil menunjuk aula. “Terimakasih ustadzah,” jawab kami serempak. Kami pun segera mengambil mukena di ruang tempat menaruh barang tadi dan menuju aula. Ternyata sudah banyak orang di dalam aula itu.
Sesampainya di aula aku dan Salma segera wudhu, setelah itu kami pun sholat berjama’ah. Selesai sholat aku mengembalikan mukena lalu kami segera makan siang. Setelah makan siang dan istirahat sekitar pukul 13.00 diadakan game perkenalan. Kami dibagi menjadi 2 kelompok besar dan ada 1 pembimbing. Aku dan Salma berpisah. Di game itu aku kenal banyak orang ada yang namanya Nisa, Alifia, Nada, Mila, Febi, Cici, Nadia, dan masih banyak lagi. Di game itu kami harus hafal namanya dan asal sekolahnya kalau tidak nanti pipi kami dicoret dengan bedak. Pokoknya gamenya seru deh!.
Acara perkenalannya sudah selesai. Setelah itu kami dibagi lagi menjadi kelompok kecil. Nama kelompoknya nama-nama hewan. Kebetulan aku dapat kelompok bebek. Di kelompok itu aku teman baruku tambah lagi ada Nia, Nisa, Mila, Ana, Lia, Ulfa, Ina, Tisa, dan Rani. Kami saling memperkenalkan satu sama lain dari nama, asal sekolah, alamat, dan cita-cita. Di sini juga ada ustadzah pembimbingnya namanya Ustadzah Ira. Ustadzahnya pun memperkenalkan diri.
Besoknya aku tes wawancara dengan Ustadzah Ira dan siangnya aku dijemput oleh bapak lalu pulang ke rumah simbah dan sorenya aku pulang ke rumah.
Singkat cerita aku diterima di SMPIT Abu Bakar dan kini aku tinggal di kehidupan yang baru, sekolah baru, teman-teman yang baru pula. Dan inilah kisah indahku di asrama.
‘KRIIINNNGGG’
Aku terbangun dari mimpi yang indah semalam. “Nad, kamu mau mandi ya? Aku habis kamu ya!,“ tanyaku pada Nada yang sudah bangun lebih dulu dariku, “Enggak, mau tidur! Ya, iyalah aku mau mandi, Nina!” canda Nada sedikit…ketus, “Tapi, jangan terlalu lama ya!,” pintaku, “Siap, Nin!,” ucap Nada sebelum siap menutup daun pintu kamar mandi.
Sambil menunggu Nada selesai mandi, aku membaca buku tentang kisah muslimah pembela agama Islam di Amerika. Tak lama, “Spaadaa!!! Jangan bengong terus menatap gambar di buku itu,” pinta Nada, “Cepat, sebelum teman lain mengira bukan kamu yang ingin mandi dan merebut hakmu,” kata Nada sambil melangkah meninggalkanku yang diam terpaku. Aku segera mandi.
“Nina, ayo berangkat bersama!, “ teriak Ana sambil menggandeng tanganku, “Sebentar!. Tisa, Febi, Mila, Nadia, Alifia… ayo!,” teriakku. Ku rasa lebih nyaman berangkat ke sekolah baru bersama-sama. Aku sedikit takjub dengan sekolah baruku. Nuansanya indah gitu!.  Aku melangkah menuju kelas 7E. Di sana aku di sambut beberapa teman yang sudah duduk rapi sambil membaca buku pelajaran.
“Ana, aku duduk di sana saja ya!,” kataku, “Lho?! Kenapa?,” tanya Ana, “Kayaknya mau tambah teman ya?,” canda Febi, “Bisa dibilang begitu, aku sudah mengenal kalian secara…ya, setidaknya lumayan detail,” aku segera melangkah menuju kursi kedua dari belakang di sebelah timur. “Hai. Namaku Nina, kamu?,” tanyaku, “Aku Zirli. Senang bisa mengenal seorang gadis cantik sepertimu!,”  jawab gadis yang ternyata bernama Zirli itu. Kami berbincang cukup lama.
TENGG!!...TENGG!!. Suara nyaring itu memutus perbincangan kami. “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh!,” salam Ustadzah Latifah, atau yang lebih sering dipanggil Ustadzah Ifa. “Wa’alaikummussalam warahmatullahi wabarakatuh!,” jawab semua murid serempak, tak terkecuali aku. “Hari ini pelajaran hanya ada dua, yaitu Bahasa Indonesia dan Pkn,”. Pelajaran berlangsung dengan lancar dan tenang.
“Ustadzah, saya sudah selesai!,” pinta Zirli, “Oh, kumpulkan di sini ya!,” kata Ustadzah Ifa. Zirli memang tergolong cukup pintar, tadi waktu aku lihat, dia sangat cepat menjawab pertanyaan yang tertulis di kertas Latihan Soal. “Nin, aku mau keluar dulu ya!,” kata Zirli, “Oh iya, mau kemana?,” tanyaku, “Mau duduk sambil membaca buku Pkn di…, nanti cari saja sendiri!,” kata Zirli penuh dengan kemisteriusan. Aku pun segera mengumpulkan tugasku yang ternyata sudah ku selesaikan dari tadi.
Aku berlari keluar mencar-cari Zirli. Aku berjalan pelan menuju sebuah pohon kecil. Di sana seorang gadis sedang asyik bersandar sambil menulis sesuatu, “Zirli…,” panggilku lirih, “Oh!,” Zirli segera menutup bukunya itu. “Buku apa itu?,” tanyaku, “Cuma buku tulis kok!,” katanya sambil membuang buku itu, “Hei! Apa-apaan kamu membuangnya di tengah ilalang begitu?!,” tanyaku kasar, “Supaya kamu tak mencarinya, Gadis Pemarah!,” bentak Zirli sambil berlari menuju tempat yang tak ku ketahui.
Lalu aku berjalan pelan menuju ilalang yang asyik menari-nari. Tentunya mencari buku milik Zirli. “Di mana dia membuang buku itu?,” pikirku bingung. Aku hanya bisa duduk di tengah ilalang di dekat kelas 7G. Aku kaget karena di tempatku duduk putus asa, aku melihat buku yang tadi dipegang Zirli. Aku ingiii…n sekali membaca isi buku itu, tetapi itu bukan milikku. Ku simpan saja buku itu di asrama.
TENG!!...TENG!...,“Nah, kalian sekarang boleh pulang!,” kata Ustadzah Ifa setelah kami selesai berdoa, tak lupa beliau mengucapkan salam untuk kami. “Nina, ayo kita pulang bersama!,” kata Febi, “Eeh.., ayo!,” kataku sedikit terkejut. Aku melihat Zirli yang berjalan ke asramanya. Sendirian. “Nin, tadi teman semejamu siapa?,” Tanya Alifia, “Dia Zirli,” jawabku singkat, “Hah?! Zirlina Rosyada?!,” pekik Tisa dan Ana serempak, “Iya, kenapa?,” tanyaku penasaran, “Dia kan yang di…,” buru-buru Febi menutup mulut Ana, “Yang pintar sekali itu kan?,” potong Febi, “Iya,” kataku, “Ya sudah, kami hanya kagum saja kok!,” Febi tersenyum penuh iseng padaku.
Sesampainya di asrama aku meletakkan buku milik Zirli, yang kuberi nama Book Misli(Misteriouso Zirli).  Aku keluar dari kamar menghampiri Ina, “Lagi sibuk ya, In?,” tanyaku, “Enggak. Cuma lagi mau menulis buku saja kok!,” jawab Ina, “Permisi,” katanya sambil menghindar dariku. Aku  segera masuk ke kamar untuk tilawah Al-Qur’an, “Bareng yuk!,” ajak Ulfa, “Sudahlah, tidak usah sedih begitu!,” kata Ulfa, “Aku tidak sedang bersedih, hanya tak tahu harus melakukan kegiatan apa,” kataku, “Taqarub, dekatkanlah dirimu pada Allah dan tenangkan hatimu,” katanya sambil memulai tilawah. Lantunan ayat suci pun terdengar menenangkan suasana yang sebenarnya sudah sunyi.
“Allahu Akbar Allahu Akbar!!!”, “Nin, bangun!,” teriak seseorang, “Eh, terimakasih ya sudah mau membangunkanku,” kataku sambil mengucek-ucek mataku, “Ayo kita shalat Dzuhur berjama’ah!,” ajak Ulfa. Aku segera mengambil air wudhu. Lalu shalat dengan khusyuk. Selesai shalat aku berdo’a untuk kelangsungan hidupku di SMPIT Abu Bakar ini.
Sore hari menjemput…
“Aku dulu yang mandi!,” teriak Tisa, “Aku! Kamu kan baru saja bangun!,” Febi mendorong tubuh Tisa, “Hei! Cukup! Kalian ini sudah besar, kapan kalian bisa tak berkelahi lagi?,” tanya Ulfa, “Biar adil kalian suit hasilnya tidak dapat di ganggu gugat!,” Ulfa pergi dan kembali mengerjakan PR Bahasa Indonesia. “Yes!!! Menang!,” teriak Febi sambil berlari membuka pintu kamar mandi. “Sambil menunggu, kita makan camilan dari Bandung yuk!,” ajak Bita, “Ayo! Aku juga lagi lapar nih!,”. Aku yang mengintip dari pintu kamar tertawa geli.
Keesokan harinya…
“Ana, aku berangkat duluan ya!,” kataku. Sebenarnya ini masih pukul enam pagi, kurang malah. Tapi rasanya aku ingin berangkat lebih pagi dan…sendiri. Aku masih menyimpan buku milik Zirli. “Nina, berangkat bersama yuk!,” ajak Nafi’ah, “Terimakasih! Tapi, aku sedang ingin berangkat sendiri, Fi!,” kataku. Aku segera berlari menuju ke sekolah.
Hosh!...hosh!,capek juga lari-lari terus dari tadi. Aku meletakkan tas di samping kursi Zirli. Ya, walaupun kemarin kami sempat berdebat tapi aku tak mau berpindah tempat ke tempat yang lain. Tak tahu mengapa.
“Eh, Nina sudah datang!,” kata Zirli. Lho?! Kemarin dia kan marah sama aku, begitu pikirku, “Tenang saja! Kemarin aku terlalu emosi,” kata Zirli sambil tersenyum. Mungkin ia lupa tentang bukunya yang kemarin ia lempar saking marahnya.
Huuft…Olahraga kali ini melelahkan sekali, bajuku basah. Sebenarnya hanya permainan kasti biasa tapi kali ini sangat melelahkan. “Nina, setelah ini giliranmu memukul!” teriakan Ana mengagetkanku.“OK!” jawabku singkat.
Nah, sekarang giliranku memukul dan… KENA!!!. Aku langsung lari menuju pos 1 yang tidak terlalu jauh dari tempatku memukul. Sekarang Ana yang memukul dan senasib dengan ku, kena. Aku berlari lagi menuju pos 2, pos 3, dan kembali ke tempat semula di dekat tempatku memukul. Tak lama kemudian ternyata sekarang gantian kelompokku yang jaga. Oow!!.. , berarti aku harus berdiri di tengah teriknya matahari hari ini. Huuh…
Dan………
Satu jam sudah kami bermain kasti, Ustadzah Ratna meniup peluit yang artinya permainan selesai. “Silahkan minum dulu, setelah selesai minum bentuk 5 banjar,” ucap Ustadzah Ratna. Segera aku minum beberapa tegukan. Selesai minum aku langsung berlari menuju ke tengah lapangan membentuk lima banjar. “Olahraga kali ini cukup, mohon maaf jika banyak salah kata. Wassalamu’alaikum wr.wb!,”ucap Ustadzah lagi. Segera aku berjalan masuk ke dalam kelas dan segera ganti baju karna setelah ini ada pelajaran lagi.

Pelajaran berlangsung seperti kemarin. Lancar. Aku merasa saat aku berda di SMPIT Abu Bakar ini aku semakin merasa mandiri, dewasa dan bersahaja. Aku semakin bisa mendekatkan diri pada Allah, semakin senang berbagi dan masih banyak perubahan dariku sejak aku terbiasa hidup di sini. Tapi aku juga takut dengan satu hal…
Beberapa bulan kemudian, di saat…
“Nin, kamu sudah belajar materi yang ke 9?,” Tanya Ina, “Sudah dong!,” jawabku sambil tetap berusaha menghafal satu materi dari pelajaran Sains. UKK sudah hampir selesai. Aku sedang belajar pelajaran Sains. Aku takut kalau…ah, sudahlah!. “In, kamu tahu tentang ini?,” tanyaku sambil menunjuk sebuah kalimat, dari situ kami terus saling tanya-jawab.
 “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh!,” salam Ustadzah Ifa, “Wa’alaikummussalam warahmatullahi wabarakatuh!,” jawab semua murid serempak. “Masukkan semua buku, keluarkan alat tulis kalian. Kita mulai UKK ini dengan bacaan doa bersama,”. Kami berdoa bersama, “Selesai,”. Lalu kertas soal dibagikan kepada masing-masing murid. Aku sedikit gugup dengan soal yang sudah tersaji di depanku. “Tidak usah gugup. Aku yakin kamu pasti bisa,” pinta Zirli menyemangatiku, “Terimakasih ya!,”.
TEET!...TEET!..., bel tanda waktu habis berbunyi. Aku mengumpulkan kertas UKK ke meja Ustadzah Ifa. “Sudah lega kan?,” tanya Zirli, “Seminggu lagi pengumuman kenaikan kelas ya?,” tanyaku, “Iya, santai saja lah!,” kata Zirli, “Kamu yang santai, kamu kan pintar. Kalau aku kan kepandaiannya masih di bawah kamu!,” candaku sambil menyikut siku Zirli.
Zirli menarik tanganku menuju ilalang di dekat kelas 7G, “Masih ingat kejadian saat kita baru pertama kali masuk SMPIT Abu Bakar?,” tanya Zirli, “Masih, aku selalu mengingatnya di tidur dan bangunku,” kataku sambil menatap ke langit, “Untung saja kita tidak sampai tarik-tarikkan jilbab ya!,” kata Zirli. Aku tersenyum dan kembali mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu, sudah lama sekali.
Pengumuman Kenaikan Kelas…
“Siswa yang naik ke kelas 8 adalah…, Adifa Putri Kalista! Hanura Faizah!.........,” beberapa nama dipanggil. Ku tunggu namaku dipanggil, tapi tak kunjung terpanggil, “Zirlina Rosyada!,” teriak Ustadzah Nafisah. “Alhamdulillah! Huu…huu…hiks!,” Zirli terharu setelah namanya dipanggil, “Selamat ya Zir!,” kataku sambil menepuk bahunya. “Demikian pengumuman ini saya sampaikan, terimakasih atas perhatiannya! Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh!,” . AAAPPPAAA??!! Aku tak naik kelas?!. “Maaf, kalau mungkin aku tadi terlalu sombong di depanmu ya Nin!,” kata Zirli, “Aku tak mungkin tak naik kelas!,”.
““Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh! Maaf! Ada kesalah pahaman tadi saya panggil satu nama lagi,” kata Ustadzah Nafisah, “Semoga aku, Ya Allah!,” batinku, “Sabilla Amanina Zahra!,”. Hatiku serasa mau pecah. Aku akhirnya naik kelas!, “Alhamdulillah!,” teriakku.
Acara kenaikan kelas sangat meriah. Banyak akhwat yang memakai gamis indah. Ku cari-cari sosok Zirli. Tapi tak ku temukan dia di GOR ini. Aha!!! Dia pasti sedang di dekat kelas 7G. Sebelumnya aku berlari ke asrama.
“Zirli! Kenapa ada di sini?,” tanyaku, “Sedang ingin kehangatan ilalang ini!,” katanya, “Ini buku yang kau lempar duluuu… sekali,” kataku sambil menyerahkan buku itu, “Untuk kau saja!,” kata Zirli. Aku membuka pelan buku itu. Tak ada tulisan yang tertulis di situ. “Kau akan tahu setelah kau selesai menuliskan keseharianmu di situ,” Tiba-tiba Zirli menghilang, begitulah Zirli cuek sekali. Tapi, aku tetap senang sudah bisa bersekolah di SMPIT Abu Bakar (walau tak dipedulikan oleh Zirli begitu saja), di sini banyak sekali kisahku. Dari persahabatan, agama dan kebersamaan. Tapi, bukan Nina lagi namanya,  kalau tak mau mempertahankan semua itu.


           






blogsmpitabubakar

We are.., This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply

Select Menu